::: BAYI MULAI 'MEMBACA PIKIRAN' LEBIH CEPAT DARI PERKIRAAN :::
 
 Bahkan bayi berusia satu setengah tahun bisa menebak apa yang orang lain pikirkan, demikian dilaporkan hasil penelitian baru.
 
 Hasilnya diterbitkan pada 29 Januari 2013, dalam...
 jurnal “Proceeding of Royal Society: B”, yang berasal dari sebuah 
penelitian terhadap anak-anak di seluruh dunia, dari pedesaan Cina 
hingga kepulauan terpencil di Fiji. Sebelumnya para ilmuwan menduga 
kemampuan memahami perspektif orang lain muncul pada usia yang lebih tua
 pada anak-anak.
 
 Temuan tersebut mungkin menjelaskan kemampuan 
sosial yang membedakan kita dari kerabat paling dekat kita, simpanse, 
ujar penulis studi H. Clark Barrett, seorang antropolog di University of
 California, Los Angeles. Penelitian ini menggunakan bentuk tes 
keyakinan-palsu, salah satu dari beberapa tugas kognitif yang bisa 
dilakukan anak-anak, tetapi tidak bisa dilakukan oleh primata.
 
 
Manusia sangat hebat dalam menyimpulkan keadaan mental orang lain: emosi
 mereka, keinginan mereka dan, dalam kasus ini, pengetahuan mereka, ujar
 Barrett. "Jadi hal itu bisa memainkan peran penting dalam transmisi 
budaya dan pembelajaran sosial."
 
 Tes klasik
 Pada tes klasik
 pemahaman anak-anak yang disebut tugas keyakinan-palsu, satu orang 
datang ke kamar dan menempatkan sebuah objek (seperti sepasang gunting) 
ke dalam tempat persembunyian. Orang kedua kemudian datang dan 
meletakkan gunting ke dalam sakunya, tanpa sepengetahuan individu 
pertama. Ketika orang pertama kembali, seseorang akan bertanya kepada 
seorang anak, "Di mana menurut Anda orang pertama akan mencari gunting?"
 
 Tugas ini sulit karena anak-anak harus memiliki teori pikiran, atau 
kemampuan untuk memahami perspektif orang lain, dalam hal ini individu 
tidak melihat gunting diambil oleh orang lain.
 
 Pada usia 4-7 
tahun, kebanyakan anak di negara-negara Barat dapat menjawab bahwa orang
 pertama akan mencari di tempat persembunyian awal, karena individu 
tersebut tidak tahu gunting telah pindah. Tapi anak-anak di seluruh 
dunia cenderung memberikan jawaban berbeda pada usia yang berbeda.
 
 Namun, hasil kerja pada masa lalu menunjukkan bahwa jika para peneliti 
tidak mengajukan pertanyaan pada bayi, melainkan mengikuti gerakan mata 
bayi, anak-anak tampaknya memahami konsep tersebut jauh lebih cepat. 
Barrett dan rekan-rekannya bertanya-tanya apakah perbedaan budaya dalam 
berurusan dengan orang dewasa bisa menutupi lompatan kognitif 
menakjubkan yang dilakukan anak.
 
 Pemahaman universal
 Untuk 
mengetahuinya, para peneliti mempelajari hampir semua anak-anak yang 
tersedia dalam tiga komunitas di Cina, Fiji dan Ekuador dari usia 19 
bulan sampai sekitar 5 tahun (sekitar 91 anak-anak secara total).
 
 Tim ini menciptakan sebuah drama dengan latar yang sangat mirip dengan 
tes klasik palsu-keyakinan: Seorang pria meninggalkan beberapa gunting 
disembunyikan dalam kotak, sementara orang lain datang dan memindahkan 
gunting ke dalam sakunya.
 
 Selama permainan, karena ia 
mengantongi gunting, orang kedua diam sesaat, "bertopang dagu, menatap 
langit-langit dan berkata," Hmm, aku penasaran di mana mereka akan 
mencari gunting, '" ujar Barrett pada LiveScience.
 
 Para peneliti kemudian merekam reaksi anak-anak dalam permainan tersebut di sebuah video.
 
 Anak-anak secara konsisten memandang kotak, menunjukkan bahwa anak-anak
 kecil memperkirakan orang pertama untuk mencari gunting di tempat ia 
meninggalkan mereka. Memahami apa orang pertama percayai, dan juga apa 
yang dia tidak tahu, diperlukan anak-anak untuk membuat kesimpulan yang 
rumit tentang pengetahuan orang lain.
 
 Awal pengembangan
 
Temuan itu menunjukkan bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan membaca 
pikiran beberapa tahun lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, dan
 perkembangan ini terlihat sama di berbagai budaya.
 
 Temuan ini 
menunjukkan bahwa keterampilan itu sendiri bersifat universal dan 
perbedaan dengan budaya lainnya mungkin membuat percobaan sebelumnya 
tidak akurat.
 
 Misalnya, di banyak masyarakat, orangtua tidak 
membuat kebiasaan mengajukan pertanyaan retoris pada anak seperti, "Apa 
yang sedang sapi lakukan?" padahal orang dewasa sudah tahu jawabannya.
 
 Anak-anak di budaya-budaya seperti itu dapat bingung dengan 
pertanyaan-pertanyaan dan mungkin berpikir, "Mengapa bertanya kepadaku, 
Anda seharusnya sudah tahu itu?" ujar Barrett.